Guru Matematika Teladan

17/01/10

Banyak siswa yang menjadi hakim penilai, pemvonis, sebelum ia mengenali sesuatu. Matematika contohnya, pelajaran momok itu dari dulu selalu mendapat penilaian buruk sebelum siswa mempelajarinya. Anggapan kesulitan materi pelajaran yang teramat sangat mengakibatkan motivasi siswa lemah, dan dalam alam bawah sadarnya akan ada kata : ’sulit’, ’sulit’, ’sulit’, yang akhirnya benar-benar mengantar pada kesulitan.

Untuk mengatasi ini, diperlukan guru matematika teladan yang mampu menjadi bijak dalam menghadapi siswa. Perlu disadari bahwa tingkat penguasaan siswa menurut kurva normal adalah bahwa hampir 50% siswa berada pada kategori sedang, 25% siswa berada di level rendah, dan 25% nya yang agak cepat memahami. Tentunya pembelajaran di dalam kelas perlu di set sedemikian indahnya, sehingga hubungan yang signifikan antara materi pelajaran dengan permasalahan dalam dunia nyata dapat terasa.
Matematika Realistik yang mungkin baru berupa wacana akan sulit diterapkan oleh guru-guru yang ‘tak cerdas’ memahamkan siswa. Apalagi bagi guru yang merasa cukup dengan ilmu yang didapatnya saat kuliah, tanpa merasa perlu meng-up date pengetahuannya. Kadang yang terjadi adalah guru menyalahkan pengajar level sebelumnya ketika siswanya tak bisa menjawab pertanyaan 2/-1.
Menjadi teladan berarti mencontohkan pada siswa bahwa belajar adalah kebutuhan. Matematika adalah alat, yang tak perlu jadi ukuran kecerdasan. Pintar matematika bukan jaminan kesuksesan, karena yang perlu dipahami adalah bahwa kesuksesan hidup tergantung pada seberapa cerdas kita mampu memanage-nya.

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template The Beach by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP