Kritik atas lemahnya peran posisi mahasiswa

15/01/10

‘Konsep diri’; kritik atas lemahnya peran posisi mahasiswa

   Setiap kali organisasi-organisasi kampus mengadakan pelatihan, kaderisasi, atau sekedar outbond, panitia selalu memberikan materi mengenai konsep diri, motivasi, atau yang paling disukai mahasiswa baru yaitu berbicara mengenai jati diri. Sebuah materi yang biasanya membuat peserta tertegun pada penjelasan pemateri yang ‘berapi-api’, karena materi yang disajikan penuh misteri, sangat filosofik dengan penjelasan yang rumit membingungkan sehingga peserta dituntut harus konsentrasi penuh pada materinya. Seakan membenarkan anggapan bahwa sesuatu yang rumit menjadi hal yang benar adanya.
   Jika materi selesai disajikan biasanya peserta masih meneruskan pembicaraan mengenai jati diri dengan kawan-kawannya dan menjadi bahan diskusi yang mengasyikkan dan tak pernah selesai ujungnya, ironisnya diskusi selalu berakhir dengan kata-kata, “Yah, manusia memang penuh misteri”, atau “tidak ada kebenaran yang mutlak, yang mutlak adalah tuhan”, dus keesokan harinya berlanjut diskusi tentang kekuasaan tuhan, begitu seterusnya, tidak akan ada habisnya! Fenomena ini menjadi jamak kita saksikan disetiap kampus. Beberapa kelompok mahasiswa memandang bahwa kajian tersebut adalah kajian yang ‘nglenik’ yang dilakukan oleh orang-orang yang hipokrit, kajian yang tidak layak masuk wilayah kampus, karena tidak objektif dan tidak rasional, sangat bertolak belakang dengan Ilmu pengetahuan ilmiah yang seharusnya menjadi pijakan mahasiswa memandang segala sesuatu hal.

Peran dan Posisi Mahasiswa

    Fakta sejarah yang memandang bahwa mahasiswa (kaum muda) adalah Agent of Change bangsa ini tidak bisa dipungkiri. Sejak kemerdekaan diproklamirkan, turunnya Soekarno sampai dengan peristiwa ’98 adalah mahasiswa (kaum muda) yang memeloporinya. Mahasiswa dipandang sebagai sekelompok orang yang memiliki akal dan pikiran yang ‘lebih’ dari orang-orang awam lainnya. intektual yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi, dimana intelektualitasnya mampu mengangkat derajat masyarakat luas. Dengan analisa dan kritiknya, mahasiswa tidak pernah tunduk diam ketika rakyat ‘didzalimi’ negara dengan berbagai bentuk kebijakannya. Bahkan mahasiswa berani mengorbankan darah dan nyawanya sebagai prasyarat perubahan sosial.
    Kita ingat berapa orang yang gugur ketika kaum muda mempertahankan kemerdekaan, siapa yang berdiri paling depan ketika Sukarno dituntut untuk mundur, berapa orang yang diculik dan dibunuh semasa pemerintahan soeharto hingga dengan saat ini masih belum ada kejelasannya, dengan harapan munculnya perubahan adil dan sejahtera bagi rakyat. Cita-cita sosial yang dimiliki mahasiswa adalah bukti konkret bahwa mahasiswa bukan lagi siswa didik yang terus ‘diakal-akali’ oleh gurunya, tapi merupakan seseorang yang memiliki moralitas tinggi dan intelektualitas yang siap didedikasikan bagi rakyat.
    Pertanyaannya apa hubungan antara sejarah panjang mahasiswa dengan fenomena di awal tulisan ini? Benang merahnya adalah hari ini, mahasiswa semakin melupakan tradisi ‘Agent of Change’-nya, dan lebih menyukai perbincangan yang tidak jelas juntrungannya yang hanya akan membawa mahasiswa menjadi intelektual salon, intelektual yang hanya pandai beronani gagasan di lorong-lorong kampus. Dimana topik diskusi tidak ada hubungannya sekaligus tidak mencerminkan realitas di luar kampusnya. Mengutip istilah Gramsci, kaum muda seakan berada di menara gading, sangat jauh dengan realitas di sekelilingnya. Dan yang memprihatinkan lagi ketika mahasiswa diharuskan terjun di realitas sosial saat mereka lulus kuliah, yang terjadi adalah dunia di luar dirinya ternyata berbanding terbalik dengan pemahaman yang selama ini diyakininya. Boro-boro simpatik terhadap meluasnya penindasan yang terjadi di rakyat, berpikir tentang memenuhi kebutuhan hidupnya saja sulit, dikarenakan lapangan pekerjaan yang sangat kompetitif. Kalau sudah begitu siapa yang patut disalahkan?
    Jika hal ini diungkap di kalangan mahasiswa maka penulis menuai banyak hujatan, cacian dan makian. Pertanyaan yang sering muncul biasanya “lho, bukankah untuk kritis terhadap realitas sosial harus dibekali dengan konsep diri atau jati diri yang mantap?” “Untuk itu harus dituntaskan dulu jati diri kita!!”. Kalau begitu adanya maka sampai kapan jati diri atau konsep diri yang ideal akan mampu kita temukan, dan hal yang paling terpenting apakah penelaahan itu sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan ilmiah?? Kalau sudah kenapa diskusinya tidak selesai-selesai? Kenapa kok belum ada solusi yang dihasilkan? Terus kenapa topik diskusinya semakin hari semakin membingungkan? Atau jangan-jangan cuma asal omong ngalor ngidul biar terlihat keren?!
    Salah satu komponen dasar konsep diri menurut Staines, adalah diri yang dikognisikan atau diri yang dasar yaitu pandangan yang digambarkan oleh inidividu tentang diri sendiri; pemikiran atau persepsi individu mengenai kemampuan, status, dan peranan individu dalam berhubungan dengan dunia luar. Jika seseorang dituntut mempunyai konsep diri yang positif (sebetulnya penulis juga riskan menggunakan istilah positif) maka paling tidak harus memenuhi kriteria diatas. Pertama, paham betul akan kemampuan dirinya, karena kemampuan ini akan mendorong seseorang mencapai apa yang menjadi orientasinya. Kedua, status sosial yang dipinggulnya. Secara sosiologis mahasiswa bukan dalam status sosial tertentu, mahasiswa adalah mahasiswa, dengan tugas-tugas sebagai mahasiswa.
    Jika dua hal ini dipahami dengan baik maka Ketiga, peranan terhadap dunia luar akan sanggup dilakukan. Akhir kata, tidak ada konsep diri yang seharusnya menjadi trademark mahasiswa selain memahami betapa penting perannya dalam realitas sosial dan memposisikan diri sebagai orang yang mampu melakukan perubahan sosial. Sekecil apapun perubahan itu.
    Tentunya kita sepakat dengan Erich Fromm, bahwa manusia adalah makhluk sosial. Adalah sejarah dunia kapitalistik-lah yang membuat manusia menjadi sangat individualis. Maka mahasiswa sudah seharusnya tetap terus berdiri sebagai senjata pemusnah tembok besar bernama kapitalisme, demi sebuah pemirintahan yang adil sejahtera secara ekonomi dan demokratis secara social politik. HANYA UNTUK RAKYAT!

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template The Beach by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP