Pertolongan Pertama pada Korban Trauma

06/04/10

Yang dimaksud dengan korban trauma adalah korban yang mengalami gangguan fisik, yaitu berupa benturan dengan benda keras. Penyebab terjadinya benturan bisa bermacam-macam, seperti jatuh, kejatuhan benda, atau kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan tingkat cideranya, korban trauma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu trauma ringan (non significant) dan berat (significant). Korban dikatakan trauma ringan bila mengalami cidera yang kemungkinan kematian dan cacatnya kecil, seperti terkilir, luka bakar ringan, terpeleset, dan lain-lain. Korban dikatakan trauma berat jika kemungkinan kematian atau cacat permanennya besar. Cidera yang dikelompokkan dalam trauma berat antara lain:

- terlempar dari kendaraan bermotor yang melaju kencang

- kecelakaan mobil hingga terbalik

- jatuh dari ketinggian lebih dari 2 m

- kecelakaan dengan patah tulang besar (seperti tulang paha)

- kecelakaan banyak penumpang, seorang penumpang meninggal, maka orang di sebelah orang tersebut dikategorikan trauma berat

- korban yang tidak sadar dan tidak diketahui mekanisme kejadiannya dianggap trauma berat.

Penanganan korban trauma sedikit berbeda dengan dengan penanganan korban medis. Pemberian pertolongan pada korban trauma memerlukan pemeriksaan seluruh bagian tubuh. pemberian pertolongan juga harus ekstra hati-hati apabila ada indikasi korban mengalami cidera tulang spinal, yaitu cidera tulang belakang mulai dari tulang leher hingga tulang ekor. Cidera pada tulang spinal merupakan cidera yang paling sensitif. Jika penanganannya salah, korban bisa meninggal dunia.

Pada dasarnya penanganan korban trauma mengikut langkah-langkah berikut ini:

- penilaian keadaan

Penilaian keadaan merupakan tindakan pertama yang harus dilakukan jika menemui korban yang memerlukan bantuan. Hal yang harus dinilai pertama kali adalah masalah lingkungan, apakah lingkungan aman untuk memberikan pertolongan atau tidak. Jika tidak, korban bisa dipindahkan ke tempat yang aman, tentu saja dengan syarat pemindahan tersebut memungkinkan dan tidak membahayakan korban. Jika korban terindikasi mengalami cidera spinal, sebaiknya pemindahan dilakukan oleh orang yang sudah berpengalaman dan dengan peralatan yang sesuai karena cidera spinal membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati.

Setelah lingkungan dirasa aman, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan informasi mengenai kejadian yang dialami korban. Informasi ini dapat diperoleh dari korban atau saksi mata. Langkah terakhir pada penilaian keadaan ini adalah meminta bantuan, terutama bantuan untuk merujuk korban ke instalasi kesehatan terdekat.

- penilaian dini

Penilaian dini adalah pemeriksaan awal terhadap korban. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang bersifat mendasar, berhubungan dengan kelangsungan hidup korban, sehingga harus segera dilaksanakan. Penilaian dini meliputi:
- pemeriksaan kesadaran korban
Tingkat kesadaran korban dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu awas/kesadaran penuh, respon terhadap suara, respon terhadap nyeri, dan tidak sadar sama sekali. Dalam pemeriksaan ini buatlah tes terhadap penglihatan, misal dengan menggerakkan jari di depan korban. Jika korban memberi tanggapan, berarti korban dalam keadaan sadar. Jika tidak, pemeriksaan dilanjutkan dengan tes suara, misal dengan dipanggil. Jika ada tanggapan, maka korban respon terhadap suara. Jika tidak, korban bisa distimulasi dengan rasa sakit dengan cara mencubit lengan atas bagian dalam, dekat ketiak, atau dengan menekan dada. Jika ada tanggapan, dilihat dari perubahan raut muka atau tanda-tanda sakit yang lain, maka korban respon terhadap nyeri. Jika tidak ada tanggapan, maka korban benar-benar tidak sadar.

- pemeriksaan saluran nafas (airway)
Pemeriksaan saluran nafas bertujuan untuk membebaskan dan membuka jalan nafas. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara membuka mulut dan mengamati apakah ada benda yang berpotensi menyumbat saluran pernafasan. Jika ada, benda tersebut harus dikeluarkan. Jika tidak, langkah selanjutnya adalah menekan dahi dan mengangkat dagu korban sehingga kepala korban berada pada posisi tengadah. Posisi ini akan mempertahankan terbukanya saluran pernafasan.

Pembukaan saluran pernafasan dengan menekan dahi dan mengangkat dagu tidak bisa dilakukan pada korban yang mengalami patah tulang leher. Untuk korban seperti ini, pembukaan saluran pernafasan dilakukan dengan metode jaw thrus, yaitu dengan mendorong rahang korban ke depan (posisi rahang seperti cakil).

- pemeriksaan nafas (breathing)
Pemeriksaan nafas bertujuan untuk mengetahui apakah korban bernafas dengan normal atau tidak. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mendekatkan telinga dan pipi penolong ke hidung korban dan mata penolong tertuju pada dada atau perut korban. Lihat pergerakan dada atau perut saat korban bernafas, dengar suara nafas korban, rasakan hembusan udara yang keluar dari hidung, dan hitung jumlah hembusan nafas korban selama 5 detik. Apabila pada pemeriksaan nafas ini diketahui korban tidak bernafas, berikan nafas buatan dengan cara meniup mulut korban dan menutup hidungnya setiap 5 detik.

- pemeriksaan sistem sirkulasi darah (circulation)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa jantung korban berfungsi dengan baik. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menyentuh nadi karotis di leher selama 3 – 5 detik. Jika tidak ada denyut nadi, lakukan resusitasi jantung paru.

- pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengetahui cidera yang dialami korban. pemeriksaan ini berprinsip pada 2 hal, yaitu menyeluruh pada semua bagian tubuh dan dilakukan secara sistematis dan berurutan. Pemeriksaan dilakukan dengan penglihatan (inspeksi), perabaan (palpasi), dan pendengaran (auskultasi). Keberadaan cidera pada korban dapat diketahui melalui adanya perubahan bentuk (berhubungan dengan cidera otot dan tulang), luka, nyeri, atau bengkak.
Pemeriksaan fisik melalui urutan sebagai berikut:
- pemeriksaan kepala

- pemeriksaan mata

Periksa kondisi dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya. Jika pupil mata kanan dan kiri tidak sama besar atau ukurannya lebar sekali, ada indikasi korban mengalami gangguan syaraf/syok.

- pemeriksaan hidung

Periksa apakah ada darah, cairan bening, atau keduanya di hidung korban. jika ada, kemungkinan korban mengalami benturan kepala/gegar otak.

- pemeriksaan telinga

- pemeriksaan mulut

- pemeriksaan leher

Periksa apakah ada pelebaran vena atau memar di leher. Jika ada, kemungkinan korban mengalami cidera spinal bagian tulang leher.

- pemeriksaan dada

- pemeriksaan perut

- pemeriksaan panggul

- pemeriksaan tungkai dan kaki

Pemeriksaan ini melibatkan gerakan, sensasi, dan sirkulasi. Pemeriksaan gerakan dilakukan dengan meminta korban menggerakkan kaki (khusus untuk korban sadar). Jika tidak bisa, kemungkinan ada cidera di otot tungkai dan kaki. Pemeriksaan sensasi dilakukan dengan menekan jari kaki tertentu dan menanyakan jari apa yang sedang ditekan (khusus untuk korban sadar). Jika korban salah menjawab atau tidak merasakan apa-apa, kemungkinan ada kerusakan di syaraf. Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara menyentuh nadi di mata kaki dan di punggung kaki (dilakukan pada korban sadar maupun tidak sadar). Jika tidak ada denyut nadi, kemungkinan korban mengalami pendarahan.

- pemeriksaan lengan dan tangan

Pemeriksaan di lengan dan tangan sama dengan pemeriksaan di tungkai dan kaki, yaitu pemeriksaan yang melibatkan gerakan, sensasi, dan sirkulasi. Nadi yang diperiksa pada pemeriksaan ini adalah nadi di pergelangan tangan.

- pemeriksaan punggung

Pemeriksaan punggung biasanya dilakukan teakhir, yaitu saat korban dipindahkan ke atas tandu atau papan spinal.

- pemeriksaan tanda vital

Pemeriksaan tanda vital ini meliputi:

- pemeriksaan pernafasan

Normalnya, manusia dewasa bernafas sebanyak 12 – 20 kali per menit. Jika lebih dari 30 kali per menit, kemungkinan korban mengalami syok.

- pemeriksaan nadi

Pemeriksaan nadi bisa dilakukan di nadi pergelangan tangan, untuk korban sadar, atau di nadi leher, bagi korban tidak sadar. Normalnya, denyut nadi manusia adalah 60 – 90 kali per menit. Jika lebih dari 150 kali per menit, kemungkinan korban mengalami syok.

- pemeriksaan tekanan darah

Pemeriksaan tekanan darah dilakukan jika tersedia peralatannya. Normalnya tekanan darah manusia 100 – 140 mmHg untuk sistol dan 60 – 90 mmHg untuk diastol. Jika tekanan darah korban 50/35 mmHg (sistol/diastol), kemungkinan korban akan meninggal dunia.

- pemeriksaan suhu tubuh

Normalnya suhu tubuh manusia 36 – 37 oC. Jika tidak ada termometer, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan membandingkan suhu tubuh korban dengan penolong. Caranya adalah dengan merasakan/menyentuh dahi korban dan penolong secara bersamaan.

- pemeriksaan warna kulit

- penatalaksanaan

Yang dimaksud dengan penatalaksanaan adalah pertolongan yang diberikan pada korban. Pertolongan diberikan berdasarkan prioritas luka yang dialami korban. Prioritas tersebut meliputi (urutan menunjukkan urutan penanganan):

1. henti jantung dan nafas, ditolong dengan resusitasi jantung paru
2. pendarahan, ditolong dengan pengendalian pendarahan
3. luka bakar, ditolong dengan perawatan khusus luka bakar
4. patah tulang, dislokasi sendi dan tulang, ditolong dengan immobilisasi dan fiksasi
5. tidak sadar, ditolong dengan pemberian rangsangan hingga sadar

- pemeriksaan berkala

Pemeriksaan berkala dilakukan setelah penatalaksanaan hingga korban dirujuk ke instalasi kesehatan. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan respon, jalan nafas, pernafasan, nadi, keadaan kulit, suhu, penatalaksanaan, dan menjaga komunikasi (untuk korban sadar). Jika tanda vital normal, pemeriksaan dilakukan setiap 15 menit. Tapi jika tanda vital tidak normal, pemeriksaan dilakukan setiap 5 menit.

- Pelaporan
 Pertolongan yang telah diberikan harus dilaporkan ke instalasi kesehatan yang menerima korban. Format pelaporan bisa mengikuti format berikut ini:


0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template The Beach by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP